Untuk Apa Kita Ada Di Dunia Ini?

1 Nov 2012
Posted by Unknown
Tag :
tauhid_aqidah_islamSegala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku ... Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Saudaraku ... Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku ... Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ .

***
Selesai disusun di Wisma MTI, 29 Jumadits Tsani 1430 H (Selasa, 23-06-2009)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
MASA MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. 

  • Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. 
  • Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. 
  • Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M

Disamping itu para kaum pedagang sangat memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya tempat perdagangan yang membantu mempercepat persebaran tersebut. Dan yang turut berperan dalam penyebaran islam ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
Masuknya Islam ke Indonesia terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahiran islam di jazirah arab. Ada dua faktor yang menyebabkan Indonesia dikenal bangsa-bangsa lain :
a.  Faktor letak geografisnya yang strategis, yaitu berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan timur tengah menuju tiongkok
b.  Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain misalnya rempah-rempah

BERBAGAI KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA, JEPANG DAN REPUVLIK INDONESIA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Diantara kebijakan pemerintahan belanda dalam membendung bidang pendidikan islam adalah:
  • Pada zaman VOC mereka mengeluarkan perbaikan untuk perbaikan agama kristen dan mendirikan sekolah
  • Ketika Van den Bosh menjadi gubernur jendral di Jakarta pada tahuun 1831 M, diberlakukan kebijakan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlakukan sebagai sekolah pemerintah
  • Pada tahun 1819 M, gubernur Van de Capellen mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintahan belanda
  • Pada tahun 1905, nasihat badan priesteraden menasihatkan agar pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pelajaran harus minta izin terlebih dahulu
Dalam mendekati umat islam, jepang menempuh kebijakan sesuai berikut :
  • Kantor urusan agama yang pada zaman belanda di sebut kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang orientalisten belanda
  • Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang
  • Sekolah-sekolah negeri di beri pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama
  • Memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda islam yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin
  • Pemerintahan jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim
Diantara kebijakan pemerintah RI tentang pendidikan islam adalah pembinaan pendidikan agama secara formal institusional dipercayakan oleh pemerintah RI kepada departemen agama pendidikan dan kebudayaan untuk mengelola pendidikan agama disekolah-sekolah umum negri dan swasta. Sementara pembinaan pendidikan agama disekolah agama ditangani oleh departemen agama sendiri.
Sementara hasil SKB dua menteri ini adalah yang dikeluarkan pada bulan januari 1951 yang isinya adalah :
  • Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
  • Di daerah-daerah yang masyarakatnya agamanya kuat. Pendidikan agama diberikan mulai kelas satu Sekolah Rakyat
  • Disekolah  lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu
  • Pendidikan agama diberikan kepada murid murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua (walinya)
ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Adapun organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang melakukan aktivitas kependidikan islam adalah:
  1. Al Jami Atal Khairiyah
  2. Al Islah Wa Al Irsyad
  3. Perserikataan ulama
  4. Nahdatul ulama
  5. Persatuan islam
JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
a. Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum kemerdekaan
    Di Sumatera madrasah-madrasah banyak bermunculan diantaranya adalah:
  • Madrasah Adabiyah di Pdang Sumatera Barat
  • Madrasah School di daerah Batu sangkar
  • Sekolah Muhamadiyah di Yogyakarta
  • Pondok pesantren (surau)
  • Madrasah Nurul Iman di Jambi
  • Madrasah Sa’adah Al Darain
  • Madrasah Nurul Islam
b. Lembaga-lembaga pendidikan islam sesudah kemerdekaan
   Lembaga pendidikan islam sesudah Indonesia merdeka ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus  swasta. Yang berstatus negeri misalnya:
  • Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
  • Madrasah Tsanawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
  • Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas)
  • Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)


Baca Selengkapnya di : PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA | AF Sahabat Artikel http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/proses-masuk-dan-berkembangnya-islam-di.html#ixzz2B1bcbypX

            A.     Konsep Kebudayaan dalam Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil oleh akal,budi yang berupa cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang tidak lepas dari nilai ketuhanan. Adapun akal budi meliputi :
            Pertama, cipta merupakan kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia hal yang ada dalam pengalamanya secara lahir dan batin . hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
            Kedua, karsa merupakan kerinduan manusia untuk menyadari tentang asal-usul manusia sebelum lahir dan ke mana manusia sudah mati. Hasilnya berupa norma-norma agama dan kepercayaan.
            Ketiga, rasa merupakan kerinduan manusia akan keindahan sehingga menibulkan dorongan untuk menikmatinya. Manusia pada dasarnya selalu merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Hasil dari perkembangan rasa yaitu terjelma dalam  dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan berbagai macam kesenian.
            Sementara itu , hasil budaya manusia dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1.kebudayaan jamaniyah (kebudayaan fisik) seperti benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat perlengkapan hidup.
2.kebudayaan rohaniyah (non-material), yaitu hasil ciptaan yang tidak dapat dilihat dan diraba, seperti agama, ilmu pengetahuan, bahasa dan seni.
      Kebudayaan tidak diperoleh manusia sebagai warisan atau generatif (biologis) namun hahya mungkin diperoleh dengan belajar dari masyarakat. Tanpa masyarakat manusia akan mengalami kesulitan dalam membentuk budaya. Sebaliknya, tanpa budaya manusia tidak dapat memepertahakan kehidupanya. Justru dengan adanya kebudayaan dapat digunakan untuk membedakan manusia dengan hewan.
      Dalam perkembangannya perlu bimbingan wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap oleh ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan berdampak merugikan diri sendiri. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai pembimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban islam.
      Hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan disebut kebudayaan islam, di mana fungsi agama akan beperan semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia mengalami kebekuan karena keterbatasan kemampuan dalam memecahkan persoalan hidup. Kondisi semacam ini dipandang perlu untuk mengunakan bimbingan wahyu.
        B.Pinsip-prinsip kebudayaan islam
Kebudayaan memperoleh perhatian yang serius dalam islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk membumikan ajaran utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat islam. Sebagimana paparan di atas bahwa kebudayaan islam merupakan kebudayaan yang sesuai  dengan nilai-nilai atau norma-norma islam, maka prinsip-prinsip kebudayaan dalam islam merujuk pada sumber ajaran islam yaitu :
Pertama,menghormati akal. manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Oleh karnanya kebudayan islam menempatkan akal pada posisi terhormat. Kebudayaan islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak akal manusia. Prinsip ini diambil dari firman Allah yang artinya : ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda    ( kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (Qs.Ali-imran,3:190).
Kedua, memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. dengan semakin berkembangnya ilmu seseorang maka dengan sendirinya kebudayan islam akan semakin maju. Hal ini senada dengan dengan firman Allah Swt : “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat” (Qs. Al-mujadallah 58:11).
Ketiga, menghindari taklid buta. Kebudayaan islam hendaknya mengantarkan umat islam manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti, tidak asal mengikuti orang lain tanpa tahu alasanya, meski dari kedua orang tua atau nenek moyang sekalipun. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt : “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui . karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani semua itu akan diminta pertanggungjawabanya” (Qs.Al-Isra 17:36)
   Keempat, tidak membuat kerusaan . kebudayaan islam boleh dikembangkan seluas-luasnya oleh manusia itu sendiri , namun tetap harus mempertimbangkan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Swt : ”Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (Qs.Al-Qashash 28:77)
Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk mengolah, mengelola dan memakmurkan bumi tempat dia tinggal. Manusia dipersilahkan untuk mengembangkan kebudayaan sesuai dengan  kapasitasnya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini, tentunya dengan batasan-batasan yang ditetapkan syariat islam.
         C.Sikap Islam Terhadap kebudayaan
            Islam pada hakikatnya datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa mudlarat didalam kehidupanya, sehingga islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarkat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
            Prinsip semacam ini sebenarnya telah menjiwai isi undang-undang dasar negara Indonesia, pasal 32, disebutkan : “Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bansa sendiri, serta memertinggi derajat kemanusiaan bangsa indonesia”.
            Dari paparan di atas, islam membagi kebudayaan menjadi  tiga macam :
            Pertama, Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam. Dalam kaidah fiqih disebutkan : “al-Adatu-Muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum.tapi perlu diketahui bahwa kaidah tersebut hanya berlaku padahal-hal yang belum ada ketentuanya dalam sari’at Islam, seperti : kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya , keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam islam itu sah-sah saja, karena islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita.
            Adapun untuk hal-hal yang sudah ditetapkan oleh syari’at  islam maka adat-istiadat tidak boleh dijadikan standar hukum. salah satu contoh pendapat yang mengatakan bahwa menikah antar agama adalah diperbolehkan dalam islam dengan dalil “Al-Adatu muhakkamatun” karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka diperbolehkan dengan dasar kaidah diatas. pernyataan seperti itu tidak benar, karena islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan orang kafir.
            Kedua, kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan  islam, kemudian direkonstruksi  sehingga menjadi kebudayaan islami. Contohnya, tradisi jahiliyah dalam melakukan ibadah haji dengan cara-cara bertentangan dengan agama islam , seperti lafadh “talbiyah” yang sarat dengan kesyirikan, thowaf ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk merekonstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk ibadah yang telah ditetapkan aturanya.
            Ketiga, kebudayaan yang bertentangan dengan islam. Seperti budaya ngaben yang dilakukan oleh masyarakat bali, Yaitu upacara pembakaran mayat, hal ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. dan contoh lain di Cilacap,jawa tengah .yaitu budaya “tumpeng rosulan”, yaitu makanan yang dipersembahkan kepada  rosullolah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul.

        D.Kesimpulan      
Bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta,rasa,karsa manusia yang tidak lepas dari nilai ketuhanan, dalam perkembanganya budaya juga harus selaras dengan ajaran agama, Al-Qur’an mempunyai peran yang sangat penting dalam pekembangan budaya tersebut, dan Al-Qur’anpun juga memberi kebebasan kepada manusia dalam menciptakan kebudayaan , namun kebudayaan tersebut harus sesuai dengan aturan-aturan islam. Supaya kebudayaan yang telah diciptakan itu tidak menimbulkan kema’siyatan. Dalam hal ini kita sebagai cendikiawan muslim harus memiliki sikap peka terhadap perkembangan budaya yang ada ,sehingga kita bisa meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat  menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Keistimewaan Islam

Posted by Unknown
Tag :
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Ketahuilah, – semoga Allah merahmatimu -, bahwa wajib bagi kita mendalami empat masalah:
  1. Ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya dan mengenal agama Islam, berdasarkan dalil.
  2. Mengamalkan ilmu tersebut.
  3. Berdakwah dan mengajak orang lain kepadanya.
  4. Bersabar menghadapi segala rintangan dalam hal tersebut.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Demi masa – Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada dalam kerugian, – kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal saleh dan saling nasehat-menasehati untuk (menegakkan) yang haq, serta nasehat-menasehati untuk (berlaku) sabar”. (Terj. Al-Ashr: 1-3).
Agama Islam memiliki banyak keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Hanya Islam agama yang diridhai Allah dan diterima-Nya.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
2. Islam adalah agama yang lengkap
Allah Subhaanahu wa Ta’aala juga berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu“. (QS. Al Maidah: 3)
Dengan turunnya ayat ini, maka menjadi lengkaplah agama Islam sehingga tidak butuh lagi kepada penambahan.
Imam Malik rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang berbuat bid’ah dalam Islam yang dipandangnya baik, maka sesungguhnya ia telah menyangka bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhinati risalahnya, karena Allah berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu”, oleh karenanya sesuatu yang pada waktu itu tidak termasuk agama, sekarang pun sama tidak termasuk agama”.
Di antara bukti lengkapnya Islam adalah Islam sampai mengatur masalah buang air.
Salman radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya: “(Apakah) Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan semuanya sampai masalah buang air?” Salman menjawab, “Ya, Beliau melarang kami buang air besar maupun kecil menghadap kiblat, beristinja’ (cebok) dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga dan beristinja’ menggunakan tahi binatang maupun dengan tulang”. (HR. Muslim)
Dalam Islam, permasalahan-permasalahan yang tidak berubah di setiap waktu dan tempat seperti masalah ‘aqidah dan ibadah diterangkan secara tafshil (rinci) dan banyak sekali dalil yang datang, sehingga seseorang tidak bisa menambah-nambah atau mengurangi.
Adapun dalam masalah yang berubah-ubah karena perbedaan tempat atau kurun waktu, seperti masalah peradaban, politik, mu’amalah maka Islam menerangkannya secara ijmal (garis besar) agar sejalan dengan maslahat manusia di setiap zaman dan setiap tempat.
3. Risalah Islam diperuntukkan untuk semua manusia
Demi Allah yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidak ada seorang pun yang mendengar tentang diriku dari umat ini; baik orang Yahudi maupun Nasrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada yang kubawa (yakni agama Islam) kecuali ia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)
4. Islam adalah agama para nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya adalah manusia paling dekat dengan Isa putera Maryam di dunia dan akhirat. Para nabi itu saudara sebapak, namun ibu mereka berlainan, agama mereka sama.” (HR. Bukhari)
Hal itu, karena Islam jika dimaknakan secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi sesembahan selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh karena itulah, agama para nabi adalah Islam. Orang-orang yang mengikuti rasul di zaman rasul tersebut diutus adalah orang Islam (muslim).
Orang-orang Yahudi adalah muslim di zaman Nabi Musa ‘alaihis salaam diutus dan orang-orang Nasrani adalah muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus, adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang muslim adalah orang yang mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan yang tidak mau memeluk agama Beliau adalah orang-orang kafir.
5. Agama Islam penuh dengan maslahat dan cocok di setiap zaman, di setiap tempat dan setiap ummat.
Yakni orang yang berpegang dengan agama Islam pasti berada di atas kebaikan dan kemajuan. Hal itu, karena memang Islam tidak menghalangi kemajuan bahkan mendorong untuk maju; mendorong mereka berfikir, bekerja dan berusaha. Sebaliknya, Islam mencela orang yang tidak menggunakan akalnya, bersikap taqlid (mengekor) serta malas bekerja dan berusaha.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, jika salah seorang di antara kamu mengambil talinya, lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian dijualnya sehingga Allah menjaga kehormatannya, lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, terkadang mereka memberi dan terkadang tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Islam adalah agama yang mudah
Di dalam Agama Islam, tidak ada sesuatu yang menyulitkan manusia baik dalam masalah keyakinan maupun dalam masalah amalan, semuanya mudah diyakini dan diamalkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan kalah“. (HR. Bukhari)
Di antara prinsip Islam adalah ‘adamul haraj (meniadakan kesulitan). Oleh karena itu, Islam meringankan hukum-hukum untuk memudahkan manusia dengan beberapa cara, di antaranya:
  • Pengguguran kewajiban dalam keadaan tertentu, misalnya tidak wajibnya melakukan ibadah haji bagi yang tidak aman.
  • Pengurangan kadar dari yang telah ditentukan, seperti mengqashar shalat bagi orang yang sedang melakukan perjalanan.
  • Penukaran kewajiban yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, kewajiban wudhu’ dan mandi diganti dengan tayammum.
  • Mendahulukan, yaitu mengerjakan sesuatu sebelum waktu yang telah ditentukan secara umum (asal), seperti jama’ taqdim, melaksanakan shalat ‘Ashar di waktu Zhuhur.
  • Menangguhkan, yaitu mengerjakan sesuatu setelah lewat waktu asalnya, seperti jama’ ta’khir, misalnya melaksanakan shalat Zhuhur di waktu ‘Ashar.
  • Perubahan, yaitu bentuk perbuatan berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi, seperti dalam shalat khauf (ketika perang). Allah Ta’ala berfirman: “Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah).(QS. Al Baqarah: 239). Demikian juga ketika sakit yang membuat seseorang tidak sanggup berdiri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak sanggup, maka sambil duduk. Jika tidak sanggup, maka sambil berbaring.” (HR. Bukhari)
7. Perintah dan larangan yang ada dalam agama Islam tujuannya adalah untuk menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta, bahkan secara umum untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia.
Contoh menjaga agama adalah dilarangnya perbuatan syirk dan diperintahkannya tauhid. Contoh menjaga jiwa adalah dilarangnya membunuh kecuali dengan alasan yang benar. Contoh menjaga akal adalah dilarangnya meminum minuman keras. Contoh menjaga harta adalah dilarangnya mencuri, merampas dsb.
8. Islam datang untuk membersihkan manusia luar dan dalam.
Contoh membersihkan bagian luar manusia adalah dengan diperintahkannya bersuci dari hadats (yakni dengan wudhu’, mandi atau tayammum) dan membersihkan diri dari najis. Sedangkan contoh membersihkan bagian dalam adalah dengan diperintahkannya bertobat dari segala macam dosa dan maksiat yang menodai batin seseorang.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
9. Islam memerintahkan berakhlak mulia dan melarang berakhlak tercela
Diperintahkannya oleh Islam berbakti kepada orang tua dan dilarang mendurhakainya. Diperintahkannya berbuat baik kepada tetangga dan dilarang menyakitinya. Diperintahkannya berkata jujur dan dilarang berdusta, diperintahkannya menepati janji dan dilarang mengingkarinya, diperintahkannya menyambung tali silaturrahmi dan dilarang memutuskannya serta diperintahnya bersikap adil dan dilarang berbuat zhalim.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
10. Islam dan pembawanya datang sebagai rahmat bagi alam semesta
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Dan Tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya’: 107)
Tidak hanya bagi manusia, bahkan hewan pun memperoleh rahmat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya yang berada di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3522)
11. Islam tidak hanya memperbaiki hubungan manusia dengan sesama, tetapi memperbaiki hubungan manusia dengan Allah Tuhannya dan dengan dirinya sendiri
Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapusnya dan bergaullah dengan manusia memakai akhlak yang baik.” (Hasan shahih, HR. Tirmidzi)
12. Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya
Rib’iy bin ‘Amir, salah seorang dari generasi salaf pernah ditanya oleh Rustum raja Persia: “Siapa yang mengirim anda?” ia menjawab: “Allah yang mengirim dan membawa kami agar Dia membebaskan siapa saja yang dikehendaki-Nya dari penyembahan kepada manusia menuju penyembahan kepada Allah, dari sempitnya dunia menuju kelapangannya dan dari kezhaliman berbagai agama menuju keadilan Islam. Dia mengutus kami membawa agama-Nya kepada makhluk-Nya agar kami mengajak mereka kepadanya.”
13. Islam juga sebagai agama yang wasath (pertengahan) antara melewati batas dan meremehkan
Contohnya dalam masalah ekonomi, Islam pertengahan antara kapitalisme yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara tanpa melihat halal dan haramnya, dengan komunisme yang tidak menghormati harta orang lain, tidak peduli meskipun untuk mendapatkannya harus menekan dan menzalimi manusia. Islam berada di tengah-tengah dalam berekonomi; Islam datang untuk menjaga harta dan mencarinya dengan cara-cara yang benar, jauh dari kezaliman, penipuan, gharar dan riba.
14. Islam adalah agama yang sesuai fitrah manusia
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum: 30)
Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid (Islam). Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak bertauhid itu hanyalah karena pengaruh lingkungan.
15. Prinsip tasyri’ (ajaran) Islam adalah menegakkan maslahat, menjunjung nilai-nilai keadilan, tidak menyulitkan, sedikit tuntutan, lebih memperhatikan kepentingan bersama daripada kepentingan perorangan dan tadarruj/bertahap dalam tasyri’ (menetapkan undang-undang/aturan)
Semua prinsip ini ada dalam hukum Islam, namun karena keterbatasan risalah sehingga kami tidak dapat berpanjang lebar.

Penulis: Marwan Hadidi
Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi (Jacques C. Reister).

Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa (Montgomery Watt).

Peradaban berhutang besar pada Islam (Presiden AS, Barack Obama).

Pengantar
Pernyataan dari dua cendekiawan Barat dan satu dari orang nomor satu Amerika Serikat ini sengaja saya kutip sekadar ingin menunjukkan, bahwa siapapun yang jujur melihat sejarah tak akan bisa mengelak untuk mengakui keagungan peradaban Islam pada masa lalu dan sumbangsihnya bagi dunia, termasuk dunia Barat, yang denyutnya masih terasa hingga hari ini. Meski banyak ditutup-tutupi, pengaruh peradaban Islam terhadap kemajuan Barat saat ini tetaplah nyata.
Tulisan berikut tidak bermaksud membangkitkan romantisme sejarah Islam masa lalu yang gemilang, yang memang merupakan sebuah realitas sejarah. Kalaupun secuil gambaran masa lalu peradaban Islam yang cemerlang sengaja ditampilkan di sini, itu tidak lain sebagai bentuk restrospeksi sekaligus instrospeksi, yang tentu amat diperlukan oleh kaum Muslim saat ini.
Dengan itu, kaum Muslim secara sadar dan jujur akan mampu melihat kembali kebesaran peradaban Islam masa lalu sekaligus potensinya untuk kembali hadir pada masa depan untuk yang kedua kalinya. Karena itu, selain merestrospeksi keagungan peradaban Islam masa lalu, tulisan ini juga lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk memproyeksi sekaligus merekontruksi kembali masa depan perabadan Islam di tengah-tengah hegemoni perabadan Barat sekular saat ini, yang sesungguhnya mulai tampak kerapuhannya dan makin kelihatan tanda-tanda kemundurannya.

Peradaban Islam: Peradaban Emas
1. Tingginya Kemampuan Literasi.
Sebuah peradaban maju, termasuk peradaban Islam, tentu mencakup ruang-lingkup yang sangat luas. Kemajuan peradaban Islam masa lalu pun demikian. Jika buku dianggap sebagai salah satu warisan sebuah peradaban yang gilang-gemilang maka peradaban Islam menjadi peradaban garda depan yang ditopang oleh buku.
Di samping menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan sebuah peradaban, buku juga menjadi ukuran sejauh mana sebuah peradaban dipandang maju. Para khalifah Islam pada masa lalu memahami benar hal ini. Pada abad ke-10, misalnya, di Andalusia saja terdapat 20 perpustakaan umum. Yang terkenal di antaranya adalah Perpustakaan Umum Cordova, yang saat itu memiliki tidak kurang dari 400 ribu judul buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran zaman itu.
Padahal empat abad setelahnya, dalam catatan Chatolique Encyclopedia, Perpustakaan Gereja Canterbury saja, yang terbilang paling lengkap pada abad ke-14, hanya miliki 1800 (1,8 ribu) judul buku. Jumlah itu belum seberapa, apalagi jika dibandingkan dengan Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo yang terkenal itu, yang mengoleksi tidak kurang 2 juta judul buku.
Perpustakaan Umum Tripoli di Syam—yang pernah dibakar oleh Pasukan Salib Eropa—bahkan mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku, termasuk 50 ribu eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Di Andalusia, pernah pula terdapat Perpustakaan al-Hakim yang menyimpan buku-bukunya di dalam 40 ruangan. Setiap ruangan berisi tidak kurang dari 18 ribu judul buku. Artinya, perpustakaan tersebut menyimpan sekitar 720 ribu judul buku.
Pada masa Kekhalifahan Islam yang cukup panjang, khususnya masa Kekhalifahan ‘Abbasiyyah, perpustakaan-perpustakaan semacam itu tersebar luas di berbagai wilayah Kekhalifahan, antara lain: Baghdad, Ram Hurmuz, Rayy (Raghes), Merv (daerah Khurasan), Bulkh, Bukhara (kota kelahiran Imam al-Bukhari), Ghazni, dsb. Lebih dari itu, hal yang lazim saat itu, di setiap masjid pasti terdapat perpustakaan yang terbuka untuk umum.
Menggambarkan hal ini, Bloom dan Blair menyatakan, “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf membaca dan menulis Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini.” (Jonathan Bloom & Sheila Blair, Islam – A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press, London, 2002, p-105).

2. Lahirnya Banyak Ilmuwan Besar dan Karya-karya Fenomenal Mereka.
Dari perpustakaan-perpustakaan itulah dimulainya penerjemahan buku-buku, yang dilanjutkan dengan pengkajian dan pengembangan atas isi buku-buku tersebut. Dari sini pula sesungguhnya dimulainya kelahiran para ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang kemudian melahirkan karya-karya yang amat mengagumkan, yang mereka sumbangkan demi kemajuan peradaban Islam saat itu.
Bahkan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina (terkenal di Barat sebagai Aveciena), Ibn Miskawaih, Asy-Syabusti dan beberapa nama lain mengawali karirnya—sebagai cendekiawan dan ilmuwan Muslim—dari ‘profesi’-nya sebagai penjaga dan pengawas perpustakaan. Ibn Sina, misalnya, adalah seorang pakar kedokteran. Ia meninggalkan sekitar 267 buku karyanya. Al-Qânûn fi al-Thibb adalah bukunya yang terkenal di bidang kedokteran.
Beberapa nama lain adalah Ibn Rusyd (terkenal di Barat sebagai Averous); seorang filosof, dokter sekaligus pakar fikih dari Andalusia. Al-Kulliyât, salah satu bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran, berisi kajian ilmiah pertama mengenai fungsi jaringan-jaringan dalam kelopak mata.
Ada juga az-Zahrawi, kelahiran Cordova. Ia adalah orang pertama yang mengenalkan teknik pembedahan organ tubuh manusia. Karyanya berupa eksiklopedia pembedahan dijadikan referensi dasar dunia kedokteran dalam bidang pembedahan selama ratusan tahun.
Sejumlah universitas Barat juga menjadikannya sebagai acuan. Lalu ada az-Zarkalli, masih dari Cordova. Ia adalah salah seorang ahli astronomi yang pertama kali mengenalkan astrolobe, yakni istrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini menjadi revolusioner karena dapat membantu navigasi laut yang kemudian mendorong berkembangnya dunia pelayaran secara pesat.
Kemudian ada al-Khawarizmi, ahli matematika sekaligus penemu angka nol dan penemu salah satu cabang ilmu matematika, Algoritma, yang diambil dari namanya. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770 masehi. Pengaruhnya dalam perkembangan matematika, astronomi dan geografi tidak diragukan lagi dalam catatan sejarah.
Beberapa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada awal abad ke-12 oleh dua orang penerjemah terkemuka, yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmatikanya, seperti Kitâb al-Jam’a wa at-Tafrîq bi al-Hisâb al-Hindi, Algebra dan Al-Maqâl fî Hisâb al-Jabr wa al-Muqâbilah hanya dikenal dari translasi berbahasa Latin. Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa.
Buku geografinya berjudul Kitâb Surât al-Ard yang memuat peta-peta dunia pun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya ada al-Idrisi, pakar geografi. Orang Barat menyebutnya Dreses. Al-Idris (1099-1166) dikenal oleh orang-orang Barat sebagai seorang ahli geografi. Ia pernah membuat bola dunia dari bahan perak seberat 400 kilogram untuk Raja Roger II dari Sicilia.
Globe buatan al-Idrisi ini secara cermat memuat pula ketujuh benua dengan rute perdagangannya, danau-danau dan sungai, kota-kota besar, dataran serta pegunungan. Beliau memasukkan pula beberapa informasi tentang jarak, panjang dan ketinggian secara tepat. Bola dunianya itu, oleh Idris sengaja dilengkapi pula dengan Kitâb ar-Rujari (Roger’s Book).
Dialah yang pertama kali memperkenalkan teknik pemetaan dengan metode proyeksi; suatu metode yang baru dikembangkan oleh ilmuwan Barat, Mercator, empat abad kemudian.
Selain beliau, masih ada nama yang patut disebut sebagai penyumbang peradaban untuk dunia. Dialah Jabir Ibn Hayyan, masternya ilmu kimia yang diakui oleh dunia. Ide-ide eksperimen Jabir sekarang lebih dikenal sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, non-metal dan penguraian zat kimia.
Pada abad pertengahan karya-karya beliau di bidang ilmu kimia—termasuk kitabnya yang masyhur, Kitâb al-Kimya dan Kitâb as-Sab’în—sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Terjemahan Kitâb al-Kimya bahkan telah diterbitkan oleh orang Inggris bernama Robert Chester tahun 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.
Buku kedua (Kitâb as-Sab’în) diterjemahkan juga oleh Gerard Cremona. Lalu tak ketinggalan Berthelot pun menerjemahkan beberapa buku Jabir, yang di antaranya dikenal dengan judul Book of Kingdom, Book of the Balances dan Book of Eastern Mercury.
Masih ada ilmuwan lainnya. Dia adalah Nashiruddin ath-Thusi, masternya ilmu astronomi dan perbintangan. Ada Ibnu al-Haitsam, jagoannya ilmu alam dan ilmu pasti. Beliau menulis buku berjudul Al-Manâzir yang berisi tentang ilmu optik. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Frederick Reysnar, dan diterbitkan di kota Pazel, Swiss, pada tahun 1572 dengan judul Opticae Thesaurus.
Ada lagi seorang ahli geografi ulung bernama Muhammad bin Ahmad al-Maqdisi. Bukunya, Ahsan at-Taqâsim, merupakan buku geografi yang nilai sastra Arabnya paling tinggi. Buku tersebut menguraikan tentang semenanjung Arabia, Irak, Syam, Mesir, Maroko, Khurasan, Armenia, Azerbaijan, Chozistan, Persia dan Karman. Kemudian ada al-Kindi.
Beliau adalah simbol kedigdayaan ilmuwan Muslim. Jempolan dalam ilmu fisika dan filsafat. Beliau bahkan mewariskan sekitar 256 jilid buku. Lima belas buku di antaranya khusus mengenai meteorologi, anemologi, udara (iklim), kelautan, mata dan cahaya; juga dua buah buku mengenai musik. Muhammad, Ahmad dan Hasan—tiga keturunan Musa Ibnu Syakir, menyumbangkan ilmu teknik pengairan dan matematika.
Lalu mengenai dunia sejarah, filsafat dan sosiologi, ada sang maestronya, yaitu Ibnu Khaldun. Selain mereka, masih banyak lagi ilmuwan dan cendekiawan Muslim lainnya dengan keunggulan dan kepakarannya di bidangnya masing-masing. Orang-orang seperti merekalah yang kemudian memberikan banyak sekali sumbangsihnya bagi kemajuan peradaban Islam pada masa lalu yang masih terasa denyutnya hingga kini, justru pada saat orang-orang Eropa masih bergulat dengan masa kegelapannya yang panjang.
Tanpa kehadiran para ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang telah mewariskan peradaban yang sangat agung, kemajuan peradaban Barat saat ini tidak mungkin terjadi. Sebab, merekalah sesungguhnya yang menjadi penghubung peradaban Yunani dan Romawi dengan peradaban Eropa saat ini. Secara jujur, hal ini diakui oleh salah seorang cendekiawan Barat sendiri, yakni Emmanuel Deutscheu yang asal Jerman itu.
Ia mengatakan, “Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam) telah memberikan kesempatan baik bagi kami untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Karena itu, sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan airmata tatkala kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada.” (Granada adalah benteng terakhir Kekhalifahan Islam di Andalusia yang jatuh ke tangan orang-orang Eropa).
Hal senada diungkapkan oleh Montgomery Watt, ketika ia menyatakan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”
Jacques C. Reister juga berkomentar, Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi.”
Bahkan yang menarik sekaligus mengejutkan, sumbangsih peradaban Islam terhadap dunia, termasuk dunia Barat, juga diakui oleh Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama. Hal itu terungkap saat dia berpidato tanggal 5 Juli 2009. Dia antara lain menyatakan:
Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di Eropa.
Inovasi dalam masyarakat Muslimlah yang mengembangkan urutan aljabar; kompas magnet dan alat navigasi; keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya.
Budaya Islam telah memberi kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras adalah hal-hal yang mungkin (http://jakarta.usembassy.gov.).

Sisi lain Keagungan Peradaban Islam
Selain itu, setidaknya berdasarkan pengakuan Will Durant, kebesaran peradaban Islam juga tampak pada beberapa hal berikut:
a. Jaminan atas keamanan dunia.
Dalam hal ini, Will Durant jelas mengatakan:
Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad. (Will Durant – The Story of Civilization).
b. Menyatukan umat manusia.
Dalam hal ini, Will Durant terang mengakui:
Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol. Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupan¬nya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluknya dan ber¬pegang teguh padanya pada saat ini [1926] sekitar 350 juta jiwa.
Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hati¬nya walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang politik di antara mereka. (Will Durant – The Story of Civilization).
c. Menciptakan kemajuan ekonomi.
Dalam hal ini, Will Durant pun jujur bertutur:
Pada masa pemerintahan Abdurrahman III diperoleh pendapatan sebesar 12,045,000 dinar emas. Diduga kuat bahwa jumlah tersebut melebihi pendapatan pemerintahan negeri-negeri Masehi Latin jika digabungkan. Sumber pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi, melainkan salah satu pengaruh dari pemerintahan yang baik serta kemajuan pertanian, industri, dan pesatnya aktivitas perdagangan (Will Durant – The Story of Civilization).
d. Menjamin kesehatan masyarakat.
Dalam hal ini, Will Durant secara jelas juga menegaskan:
Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya adalah al-Bimarustan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160, telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun (Will Durant – The Story of Civilization).
Bukti-bukti Arkeologis Keagungan Peradaban Islam
Pada masa-masa ‘kemunduran’-nya pun, peradaban Islam tetaplah mengagumkan. Sejumlah dokumen di sejumlah museum di Turki adalah di antara saksi bisu keagungan peradaban Islam masa lalu. Kita tahu, Turki pada masa Khalifah Utsmaniah adalah saksi terakhir kemajuan peradaban Islam.
Di Turki hingga hari ini, misalnya, ada sebuah masjid/museum terkenal bernama Aya Sofia. Di Aya Sofia dipamerkan surat-surat Khalifah (“Usmans Fermans”) yang menunjukkan kehebatan Khalifah Utsmaniyah dalam memberikan jaminan, perlindungan dan kemakmuran kepada warganya maupun kepada orang asing pencari suaka, tanpa pandang agama mereka.
Yang tertua adalah surat sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia. Kemudian surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18.
Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke Khalifah, 30 Jumadil Awal 1121 H (7 Agustus 1709). Selanjutnya ada surat tertanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H (5 September 1865 M) yang memberikan ijin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah beremigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah Khalifah, karena di Rusia mereka justru tidak sejahtera. Yang paling mutakhir adalah peraturan yang membebaskan bea cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari eksil ke wilayah Utsmani pasca Revolusi Bolschewik, tertanggal 25 Desember 1920.
Peradaban Islam juga tampak dari berbagai bangunan kuno yang saat ini masih bisa disaksikan di berbagai penjuru dunia. Kordoba sebagai ibukota Khalifah Umayah di Spanyol dibangun pada tahun 750 M. Ia menjadi pusat peradaban hingga 1258 M. Kota tua Kordoba masih bisa kita saksikan sekarang. Sejak berdirinya, kota ini memiliki drainase yang bagus sehingga jalan-jalan tampak bersih dan asri. Ini adalah suatu teknologi sanitasi—yang Jakarta hari ini perlu iri.
Masjid Agung Kordoba, yang saat ini hanya tinggal sebagai museum, memiliki arsitektur yang sangat indah; sekaligus memiliki fungsi akustik sehingga meskipun saat itu belum ada alat pengeras suara elektronik, suara khatib bisa terdengar jelas hingga pojok-pojok masjid yang cukup besar. Tata ruang masjid juga ditambah dengan pola ventilasi yang luar biasa, yang menjamin cukupnya cahaya dan segarnya udara.
Tidak jauh dari masjid terdapat Taman Alcazar yang sangat indah. Mengingat Andalusia dikelilingi oleh tanah-tanah yang gersang maka keberadaan taman itu membuktikan sistem irigasi yang baik. Irigasi memang salah satu teknologi yang diwariskan Islam.
Di banyak negeri Timur Tengah, masih dijumpai kincir untuk menaikkan air yang dibangun berabad-abad yang silam—dan kincir ini masih berfungsi! Di beberapa kota gurun pasir juga masih dijumpai sistem distribusi air bawah tanah, yang disebut Qanat.
Dari sekian banyak bangunan fisik berusia tua di Istanbul, yang paling menarik tentu saja adalah masjid-masjid yang indah. Ikon Istanbul adalah masjid Sultan Ahmet, yang berhadapan dengan Aya Sofia. Masjid ini dibangun pada Abad 16 dan satu-satunya masjid yang punya enam minaret.
Ketahanan bangunan ini terhadap gempa telah teruji. Harus diingat bahwa Turki adalah wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika-Mediteran. Wilayah ini sangat sering diguncang gempa hingga data pertanahan di sana harus terus-menerus di-update karena titik-titiknya akan selalu bergeser oleh dinamika bumi. Namun, masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad yang lalu terbukti bertahan hingga kini.
Bangunan bersejarah semacam ini berserakan di seluruh dunia, di tempat Islam pernah berkuasa. Di Cina juga terdapat banyak masjid berusia minimal 1000 tahun. Di India, meski sejak masa penjajahan Inggris didominasi oleh warga beragama Hindu, sebagian besar bangunannya berarsitektur Islam; termasuk Tajmahal, sebuah bangunan mirip masjid yang sangat indah, padahal sebenarnya hanya makam.
Beberapa bangunan tua masih memegang fungsi seperti saat didirikan dulu, sekalipun mengalami renovasi berkali-kali. Contohnya adalah berbagai masjid dan universitas di Mesir, Damaskus, atau Istanbul. Universitas al-Azhar di Mesir faktanya adalah universitas tertua di dunia!

Pengaruh Peradaban Islam di Indonesia
Sesungguhnya pengaruh peradaban Islam di Nusantara nyaris merata, mewarnai sebagian besar wilayah, dari ujung barat hingga ke ujung timur. Aceh, yang dijuluki sebagai ‘Serambi Makah’ hanyalah salah satunya. Sejak sebelum kadatangan penjajah Belanda, Aceh telah menerapkan syariah Islam sebagai patokan kahidupan bermasyarakat dan bernegara.
Aceh juga banyak didatangi para ulama dari berbagai belahan dunia Islam lainnya. Syarif Makkah mengirimkan utusannya ke Aceh seorang ulama bernama Syaikh Abdullah Kan’an sebagai guru dan mubalig. Sekitar tahun 1582, datang dua orang ulama besar dari negeri Arab, yakni Syaikh Abdul Khayr dan Syekh Muhammad Yamani. Selain itu, di Aceh sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin Al-Sumatrani dan Abdul Rauf al-Singkeli.
Abdul Rauf Singkel mendapat tawaran dari Sultan Aceh, Safiyat al-Din Shah, untuk menduduki jabatan Kadi dengan sebutan Qadi al-Malik al- Adil yang sudah lowong beberapa lama karena Nur al-Din Al-Raniri kembali ke Ranir (Gujarat). Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Abdul Rauf menerima tawaran tersebut.
Karena itu, ia resmi menjadi qadi dengan sebutan Qadi al-Malik al- Adil. Selanjutnya, sebagai seorang kadi Abd Rauf diminta Sultan untuk menulis sebuah kitab sebagai patokan (qanun) penerapan syariah Islam. Buku tersebut kemudian diberi judul Mir’at al-Tullab.
Menurut Abd Rauf, naskah Mir’at al-Tullab mengacu pada kitab Fath al-Wahhab karya Abi Yahya Zakariyya al-Ansari (825-925 H). Sumber lain yang digunakan untuk menulis buku ini ialah: Fath-al-Jawwad, Tuhfat al-Muhtaaj, Nihayat al-Muhtaj, Tafsir Baydawi, al-Irsyad, dan Sharh Sahih Muslim. Mir’at al-Tullab mengandung semua hukum fiqh Imam Syafii, kecuali masalah ibadah. Walhasil, Aceh sesungguhnya sejak lama telah memiliki qanun penerapan syariah Islam yang ditulis oleh Abd Rauf al-Singkeli.
Bahkan banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Turki Utsmani, sebagai pusat peradaban Islam saat itu.

Peran Sentral Khalifah
Dengan secuil gambaran historis mengenai kehebatan peradaban Islam di atas, tentu wajar jika muncul sejumlah pengakuan dari para cendekiawan yang jujur, sebagaimana terpapar di awal. Pengakuan jujur ini penting dicatat untuk membantah pandangan beberapa pihak yang mengidap Islamophobia takut seakan-akan Islam tidak pernah memberikan sumbangan apapun terhadap peradaban dunia.
Namun, ada satu hal yang belum secara jujur diakui atau paling tidak sering ditutupi, bahwa peradaban Islam yang memberikan sumbangan besar bagi dunia ini terjadi di era Kekhalifahan Islam. Bahkan boleh dikatakan, semua pencapaian kemajuan peradaan Islam itu tidak lepas dari peran sentral Khalifah. Kecemerlangan sejarah itu terjadi ketika umat Islam menerapkan sistem negara Khalifah yang menjadikan Islam sebagai dasar ideologi dan syariah Islam sebagai dasar hukum yang mengatur segenap aspek kehidupan manusia.
Karena itu, sebuah kepicikan atau kedustaan yang fatal jika di satu sisi memuji peradaban Islam, tetapi di sisi lain melepaskan seluruh kemajuan itu dari peran sentral Khalifah, selain karena faktor akidah dan syariah Islam. Ketiga hal inilah (akidah, syariah dan Khalifah) yang paling menentukan kemunculan peradaban Islam yang agung.
Sayang, ketiga hal ini sering ditutup-tutupi bahkan menjadi obyek penyesatan dengan membangun stigma negatif terhadapnya. Pada tanggal 5 September 2006 Presiden George W. Bush, misalnya, mengatakan, “They hope establish a violent political utopia across the Middle East, which they call Caliphate, where all would be ruled according to their hateful ideology (Mereka berangan-angan untuk membangun utopia-politik kekerasan di sepanjang Timur Tengah, yang mereka sebut dengan Khalifah, dimana semua akan diatur berdasar pada ideologi yang penuh kebencian).”
Senada dengan itu Tony Blair saat menjadi perdana menteri Inggris menyatakan bahwa salah satu ciri dari ‘ideolog iblis’ (evil ideology) adalah keinginan menegakkan syariah dan Khalifah. Tentu menggelikan sekaligus tidak masuk akal, bagaimana sebuah ideologi kebenciaan, utopis dan penuh kekerasan—ada juga yang menyebutkan sebagai sistem zaman batu—bisa menghasilkan peradaban agung yang diakui cemerlang oleh dunia; bagaimana sistem zaman batu bisa menyatukan berbagai bangsa, warna kulit dan ras di seluruh dunia; bagaimana mungkin pula ‘ideolog setan’ bisa diyakini bahkan diperjuangkan oleh pemeluknya dan bertahanan selama 13 abad. Padahal masa kecemerlangan itu terjadi di bawah naungan sistem Khalifah, yang sering oleh para sejarahwan Barat sering secara kurang pas disebut peradaban Arab, dinasti atau imperium.
Para ahli sejarah pun mengakui, Kekhalifahan itu memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam. Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam dari Spanyol sampai al-Sind di bawah Kekhalifahan Bani Umayyah (660-749 M), dilanjutkan Khalifah Abbasiyyah kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Khalifah Utsmani sampai 1924 M.
Adanya kekuatan politik di Asia Barat yang berhadapan dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya perdagangan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Samudra Hindia. Hal ini dengan sendirinya memberikan dampak bagi penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi, karena banyak pendakwah Islam sekaligus sebagai pedagang.

Peradaban Barat: Hegemoni yang Rapuh
Sejak runtuhnya Kekhalifahan Turmi Utsmani tahun 1924, dunia saat ini memang berada dalam genggaman hegemoni peradaban Barat. Hegemoni itu antara lain ditandai oleh dominannya pengaruh negara-negara maju terhadap konstelasi politik dan ekonomi dunia saat ini. Jika diadakan survei jajak pendapat tentang negara-negara tersukses di dunia saat ini, orang akan cenderung menyebut sejumlah negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Jepang, Jerman Italia dan Canada. Negara-negara ini dikenal sebagai kelompok G7.
Menyusul mereka adalah negara-negara Barat lainnya seperti Swiss, Swedia, Negeri Belanda, Australia dan sebagainya. Di bawahnya baru menyusul negara-negara ekonomi baru (macan Asia), seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Cina dan India.
Namun demikian, seluruh “success story” itu tidak boleh menutup mata kita pada kebobrokan mendasar yang ada dalam peradaban Barat kapitalis-sekular yang sedang dipraktikkan di negara-negara itu. Kebobrokan itu mau tidak mau akan dirasakan dalam jangka panjang atau dimensinya tak lagi lokal, namun global. Berikut ini hanyalah beberapa di antara tanda kebobrokan itu.

1. Kekeringan Spiritual.
Mungkin kemajuan pembangunan fisik dan materi Barat sangat mengesankan, namun pondasi dan tatanilai kehidupannya sesungguhnya amat rapuh. Akibatnya, kekeringan spiritual dan degradasi moral menjadi gejala umum. Kita melihat, kebanyakan orang Barat saat ini memang akhirnya meraih sukses secara material.
Namun, pada saat yang sama, banyak di antara mereka yang mengidap beragam penyakit sosial semacam hedonisme, yang bahkan berdampak pada munculnya penyakit-penyakit psikologis yang sangat berbahaya. Para pakar ilmu sosial Barat sendiri telah mengakui hal ini. A. Sorokin menyebut adanya “The Crisis of Our Age”; Luis Leahy menyebut terjadinya “kekosongan ruhani, sebagaimana digambarkan dalam bukunya, Esai Filsafat untuk Masa Kini (1991); Carl Gustave Jung menyebut terjadinya “kegersangan psikologis”. Eric Fromm menyebut adanya alienasi (keterasingan).
Barat juga termasuk bangsa dengan angka degradasi moral dan angka kriminalitas yang tinggi. Itulah di antara bentuk kerapuhan masyarakat Barat saat ini yang maju secara material.

2. Kesenjangan Kaya-Miskin.
Kesenjangan kaya-miskin adalah fenomena dunia yang sebenarnya baru terjadi kurang dari seabad terakhir. Pada saat ini, 20% penduduk dunia (The Club of Rich) memiliki 83% kekayaan dunia, mengendalikan 81% perdagangan dunia, mendapatkan 81% hasil investasi, seraya menggunakan 70% energi, 85% persedian kayu dunia, dan 60% pangan. Perbandingan pendapatan 20% penduduk terkaya dunia dengan 20% penduduk termiskin dunia adalah 60 berbanding [1] .
Pada tahun 1980, misalnya, untuk mendapatkan satu lokomotif dari Swiss, negara berkembang dapat menukar dengan 12910 karung kopi. Sepuluh tahun kemudian (1990), mereka membutuhkan 45800 karung kopi! Tren ini terus memburuk sejak perdagangan bebas ala WTO diterapkan.
Untuk sekuntum bunga cengkeh yang dipetik di Kolumbia (Amerika Latin), petaninya mendapatkan kurang lebih 4 sen-dolar. Bersama biaya produksi dan margin profit, total sebesar sekitar 10 sen-dolar akan tinggal di Kolumbia. Di pasar Eropa, harga akhir dari sekuntum bunga cengkeh ini adalah 1 dolar! Keuntungan yang terbesar dinikmati oleh para pedagang. Para pedagang kelas dunia ini didominasi para kapitalis besar!

3. Hancurnya Keluarga.
Hancurnya sebuah peradaban sering dimulai dari hancurnya keluarga. Keluarga adalah benteng terakhir yang mempertahankan nilai-nilai luhur, kasih sayang dan kebahagiaan. Ketika keluarga hancur maka seseorang yang tumbuh dewasa akan kehilangan acuan tentang makna hidup dan kebahagiaan. Fenomena ini benar-benar terjadi di Barat, termasuk di Amerika Serikat. Hal ini tampak dari semakin tingginya angka perceraian dan pada saat yang sama menurunnya minat orang untuk menikah (orang merasa lebih aman untuk hidup bersama tanpa ikatan).
Pada tahun 2003, misalnya, hanya terdapat tiap 1000 penduduk 7,5 pernikahan baru, dan sebaliknya 3,8 perceraian. Selain perceraian, kasus bunuh diri terjadi tiap 16 menit sekali di AS, dan setiap kasus menimbulkan dampak sosial pada minimal enam orang.
Walhasil semakin banyak anak-anak yang tumbuh hanya dengan satu orang tua (single parent), baik karena perceraian maupun kehamilan di luar nikah. Di AS pada tahun 2002 terdapat 21,5 juta anak seperti ini (pada 13,4 juta orangtua tunggal). Tiap 5 dari 6 orang tua tunggal ini adalah wanita. Anak yang dibesarkan dari orangtua tunggal terbukti cenderung lebih mudah terjebak dalam kriminalitas, kehamilan di usia belasan tahun atau kecanduan narkoba. Fenomena ini bukan monopoli AS, namun juga dapat diamati di hampir semua negara Barat yang dikalim berperadaban maju tersebut.

4. Ancaman Militer Terhadap Negara Lain
AS adalah negeri yang sebenarnya memiliki sumberdaya energi melimpah. PLTA-PLTA terbesar di dunia ada di sana. Demikian juga dengan pembangkit tenaga nuklir. Ada 104 PLTN di seluruh AS dengan kapasitas total 99,2 GigaWatt. (Bandingkan dengan kapasitas seluruh pembangkit listrik PLN di Indonesia yang total hanya: 13,7 GigaWatt!). Selain itu para fisikawan juga sedang sibuk melakukan riset nuklir fusi yang diharapkan dapat menghasilkan energi murah dan bersih dari hidrogen berat yang melimpah di air laut.
Jika demikian, kita pantas bertanya, mengapa mereka perlu menyerbu Irak, juga Afganistan?
secara resmi mereka ingin memburu senjata pemusnah massal dan menggulingkan rezim diktator. Namun, kedua alasan ini tampak jelas kebohongannya, karena Badan Atom PBB sudah jelas menyatakan tidak ada pengembangan senjatan nuklir di Irak, bahkan sampai sekarang hal itu tidak terbukti. Senjata nuklir justru malah jelas ada di Israel dan tidak diusik.
Sementara itu, rezim diktator juga ada di banyak negara lain. Karena itu, orang menduga kuat bahwa alasan sesungguhnya adalah bisnis minyak dan senjata dari para penyelenggara negara itu.
Jadi, meski AS memiliki kapasitas energi nuklir yang sangat besar, kepentingan yang besar dari segelintir elit atas bisnis minyaknya telah mengalahkan segalanya. Benarlah kata-kata bijak, “Dunia amat cukup untuk memberi makan semua manusia, namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kerakusan mereka.”

5. Krisis Ekonomi.
Krisis ekonomi yang kini melanda hampir seluruh benua Eropa dan Amerika, juga Asia termasuk Indonesia, sesungguhnya hanyalah repetisi (pengulangan) belaka dari krisis-krisis sebelumnya yang ‘diproduksi’ oleh sistem ekonomi Kapitalisme sebagai salah satu pilar peradaban Barat saat ini. Tahun 1992, Prof. Figgie, penasihat Bill Clinton (saat itu masih calon presiden) mempublikasikan bukunya yang menghebohkan: The Coming Collapse of America and How to Stop It.
Dalam buku itu Figgie menggambarkan bahwa defisit AS yang mulai terjadi sejak Perang Vietnam akan menjadi sangat berbahaya akibat bunga berbunga. Jika pada tahun 1992, defisit AS menimbulkan “gunung hutang” sebesar empat triliun dolar, maka tahun 2000 diproyeksikan menjadi 13 triliun dolar.
Defisit yang luar biasa ini suatu saat akan membawa konsekuensi meningkatnya inflasi, kenaikan pajak, kenaikan suku bunga, kredit susah, pertumbuhan ekonomi turun, standar hidup turun, ekonomi dalam negeri di luar kontrol dan akhirnya status adidaya dunia AS akan hilang.
Pada masa Bill Clinton, kepanikan atas situasi ini membuat pernah beberapa lembaga federal seperti museum dan kebun binatang ditutup untuk sementara karena pegawainya tidak bisa digaji. Memang, bencana seperti yang dikhawatirkan Figgie hingga awal 2006 belum terjadi karena “kecerdasan” para ekonomnya yang menjadwal ulang semua hutang-hutang negara itu ke tahun-tahun ketika Clinton sudah tidak lagi menjabat.
Namun, ada spekulasi bahwa George W. Bush melakukan perang global terhadap terorisme karena ingin mengalihkan perhatian rakyat AS atas krisis ekonomi dalam negeri itu, sekaligus menambah cadangan ekonominya sendiri. Kenyataannya, setelah Bush lengser dan digantikan Obama, saat ini krisis ekonomi AS tiba-tiba terkuak, yang diawali oleh macetnya dalam jumlah besar kredit di sektor properti.
Krisis AS yang kemudian terus meluas dan berdampak luar biasa ini hingga hari ini diprediksi masih terus berlangsung dan belum ada tanda-tanda ke arah pemulihan. Akibatnya, di negara adidaya AS sendiri, juga di sejumlah besar negara-negara Eropa, angka pengangguran makin meningkat. Entah, kapan krisis ini akan berakhir. Yang pasti, banyak kalangan menilai, inilah babak akhir dari Kapitalisme Barat. Ini berarti, peradaban Barat dengan Kapitalisme sebagai penopang utamanya sesungguhnya sedang di ambang kematiannya.

Kembalinya Peradaban Islam: Pasti!
Di tengah hegemoni peradaban Barat yang tampak mulai jompo ini, bahkan sedang menuju titik balik ke arah kehancurannya, bagaimana dengan masa depan peradaban Islam? Adakah peradaban Islam memiliki peluang untuk kembali tampil ke permukaan? Mampukah peradaban Islam menjadi tantangan baru bagi hegemoni peradaban Barat saat ini?
Jawaban: pasti! Tentu jawaban ini bukan sekadar sebuah apologia. Pasalnya, sumber inspirasi bahkan rahasia hidup peradaban Islam adalah al-Quran yang diturunkan empat belas abad lalu, yang keberadaannya akan terpelihara hingga Hari Kiamat. Artinya, selama al-Quran ada, potensi kebangkitan kembali peradaban Islam juga tetap ada. Sebab, sekali lagi, al-Quranlah sumber inspirasi sekaligus rahasia hidup peradaban Islam, baik pada masa lalu maupun pada masa depan. Kenyataan ini diakui pula oleh sejumlah cendekiawan Barat berikut ini:
Hendaklah diingat, al-Quran memegang peranan yang lebih besar bagi kaum Muslim daripada Bibel dalam agama Kristen. Ia bukan saja kitab suci dari kepercayaan mereka, tetapi juga merupakan text-book dari upacara agamanya dan prinsip-prinsip hukum kemasyarakatan…Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad al-Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama di masa kini… (E. Denisen Ross, seperti dikutip dalam buku Kekaguman Dunia Terhadap Islam).
Prof. G. Margoliouth dalam De Karacht van den Islam juga menulis:
Penyelidikan telah menunjukkan, bahwa yang diketahui oleh sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti, dan ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku Latin yang berasal dari bahasa Arab dan al-Quranlah yang—walaupun tidak secara langsung— memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka. Itu sebabnya, W.E. Hocking berkomentar:
Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan bahwa hingga pertengahan abad ke tigabelas, Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461).
Persoalannya tinggal berpulang pada kaum Muslim saat ini sebagai pewaris hakiki peradaban Islam yang gemilang: Maukah mereka kembali pada al-Quran? Berminatkah mereka kembali menjadikan al-Quran sebagai rujukan hidup? Terpanggilkah mereka untuk menjadikan kembali al-Quran sebagai sumber inspirasi sekaligus rahasia hidup peradaban Islam masa depan?
Pertanyaan di atas tampaknya mulai terjawab dengan munculnya antusiasme kaum Muslim di seluruh dunia untuk kembali pada al-Quran dan Islam. Di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, kerinduan kaum Muslim terhadap akidah, syariah, juga Khalifah—sebagai tiga pilar peradaban Islam—mulia menggeliat sejak beberapa tahun lalu.
Karena itu, pada saat peradaban Barat saat ini hampir-hampir tersungkur, masa depan peradaban Islam sesungguhnya amatlah cerah. Sebentar lagi, kebangkitan kembali peradaban Islam bukan lagi sekadar mimpi, tetapi pasti akan mewujud dalam kenyataan. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

sumber: eramuslim (Arief B. Iskandar)
Diberdayakan oleh Blogger.
Welcome to My Blog

Labels

Blogger templates

Follow Me !

Pengikut

- Copyright © MEKA TRONIKA -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -